Menjadi
biker yang sesungguhnya dimulai saat aku kelas 3 SMA. Maksudnya “biker
sesungguhnya” adalah bahwa aku benar-benar naik motor dalam kegiatan
sehari-hari. Aku sendiri sudah bisa naik motor sejak kelas 5 SD. Belajarnya
ngumpet-ngumpet, maklum, takut dimarahi ayahku yang over protective.
Motor
pertamaku ini adalah lungsuran dari Ayah. Coba tebak motornya apa? Yamaha?
Salah, saudara-saudara! Motornya adalah Honda Astrea Star 1986. Dulu
cuma bisa pakai, kurang bisa merawat. Entah berapa kali telat men-servis motor.
Tapi boleh dibilang motor ini awet ketika aku pakai. Maklum, aku kan bukan tipe
ugal-ugalan bin kebut-kebutan, jadi mesin bisa lebih awet.
Honda Supra X
Motor
kedua adalah Honda Supra X yang memiliki kapasitas mesin 100 cc. masih
dari lungsuran Ayahku dalam rangka mendukung kegiatan kuliahku. Tapi Honda
Supra X ini bukan sembarang Supra X. Saat dipinjamkan, motor ini telah dibekali
velg racing dan ban besar. Walau pun tampilannya jadul tapi
tampak kekar dibanding Supra yang lain.
Geregetan
melihat tampangnya yang culun membuat otakku melayang-layang sehingga
aku memutuskan untuk membawa motor ini ke rumah modifikasi.. Setelah lama
mencari sisik melik tentang rumah modifikasi, akhirnya kutemukan satu
dan asyiknya tempat itu memang spesialis modifikasi motor Honda.
Kurang
lebih modifikasi memakan waktu 3 bulan. Cukup lama? Maklum pasiennya cukup
banyak, sedangkan aku sendiri kurang telaten nongkrongin rumah modifikasi. Apa
yang terjadi kemudian? Rupanya bentuknya oke bin mak nyos. Untuk ukuran
tahun 2000an motor ini bisa dibilang oke. Ternyata klakson juga diganti punya
mobil. Jadi kuenceng suaranya. Dijamin kaget karena suaranya.
Dengan
bangga aku memakai motor ini. Tapi saat parkir ada saja yang sirik, misalnya body
jadi baret. Paling parah saat salah satu spionnya pecah. Tapi yang
menjengkelkan adalah sering hilangnya helmku di kampus. Dari yang helm jelek
sampai helm full face. Kalau tidak salah aku sudah kehilangan 5 helm di
parkiran kampus. Eh… kok jadi ngelantur ke helm sih?
Motor
ini juga setia mengantarkan aku kemana aja baik dalam maupun luar kota. Sekali
isi bensin full sudah bisa digunakan untuk beberapa hari. Malahan bisa
seminggu.
Saat sudah bekerja
Coba
tebak kali ini motornya apa? Honda? Suzuki? Kawasaki? Salah, saudara-saudara!
Yang benar adalah: Yamaha Jupiter Z.
Beruntung
aku membelinya dari temanku. Sejatinya motor ini adalah motor ayahnya Wahyu.
Kebetulan ayahnya bekerja di Dealer motor Yamaha. Jupe ini sangat terawat
dengan baik lahir mau pun batinnya. Eh, maksudnya sangat terawat baik body
mau pun mesinnya. Body-nya mulus-lus. Mesinnya juga capcay, eh… okay.
Motor
Yamaha Jupe ini cukup berjasa bagiku dalam membentuk mahligai masa depan. Motor
ini selalu setia setiap saat mengantarkanku kemana saja, termasuk jalan-jalan
sama pacar. Jarang rusak. Paling sering sih di ban bocor. Entah berapa kali
harus tersiksa menuntun motor mencari tukang tambal ban. Gara-gara tukang
tambal ban yang suka menabur paku sih. Ganti komplit ban dalam-luar pun cuma
bertahan sebulan. Habis itu nambal lagi. Paku lagi.
Kurang
lebih 3 tahun Jupe menemaniku sampai akhirnya aku memutuskan membeli motor
baru. Kali ini tebakannya harus benar. Coba tebak, kali ini motornya apa?
Vespa? Eh, kok jawabnya enggak banget deh. Yang benar adalah: HONDA VERZA
150. Cukup bangga karena saat membelinya, yaitu bulan Februari 2014, motor
ini masih merupakan produk baru Honda. Masih anget, fresh from the oven
(** halah **).
Tadinya
sempat mau beli Suzuki Satria FU150 atau Yamaha Vxion, tetapi dengan berbagai
pertimbangan, akhirnya aku memutuskan
membeli Honda Verza 150. Pilihanku tidak salah. Dan sampai sekarang
belum ada masalah mesin. Paling rantai yg berisik saja. Yang unik adalah karena
tidak pernah bocor ban karena paku. Padahal selama pakai Jupe pasti ada saja
pengalaman ban bocor. Tapi semoga tidak pernah terjadi masalah ban di Verza-ku
ini.
Kesimpulan
Nah
itulah sekilas pengalamanku bersama motor-motorku. Jangan salah sangka mengira
kalau aku fanatikan Honda karena sebenarnya aku sudah mencoba beberapa merek,
yaitu: Honda, Jupe (Yamaha). Sayang aku belum pernah pakai motor Suzuki. Belum
pernah pula pakai motor 2-tak. Dari dulu tidak selera dengan motor 2-tak.
Jadi
biker di jalanan Surabaya adalah pilihan yang terbaik untukku, paling
tidak untuk saat ini. Biaya yang dikeluarkan cukup ekonomis, terutama untuk
pembelian bahan bakar. Dalam sebulan untuk pemakaian seboros-borosnya tidak
sampai 200 ribu. Untuk pemakaianku sendiri rata-rata habis 100 ribu per bulan.
Maklum, aku jarang keluyuran. Kalau pun bepergian untuk urusan kantor
selalu pakai mobil kantor. Hihihi…
Biaya
operasional yang lain juga murah, misalnya biaya parkir. Selain itu naik motor
sangat praktis. Mau cari parkir juga gampang. Mau belok atau balik arah karena
salah jalan juga gampang. Mau berhenti sembarangan di pinggir jalan juga tidak
dilarang, itu dilakukan karena terpaksa dan keadaan darurat ya bro/ sis…...
Coba kalau naik mobil, bisa-bisa diomelin orang se-Surabaya karena bikin macet.
Sebenarnya
ingin beli mobil juga sih, tapi mengingat kepraktisan motor dan
ketidakpraktisan mobil, untuk saat ini aku bahagia menggunakan motor.
0 komentar:
Posting Komentar